BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Secara historis, wabah flu burung pertama kali terjadi di Italia
pada tahun 1878, saat itu banyak unggas yang mati. Kemudian terjadi lagi wabah
flu burung di Scotlandia pada tahun 1959. Kali ini bukan hanya menyerang unggas
tetapi juga sudah mulai menyerang manusia.
Virus penyebab flu burung di italia dan di scotlandia tersebut
adalah virus strain H5N1 yang sekarang ini muncul lagi menyerang unggas dan
manusia di berbagai negeri di asia, termasuk di Indonesia. Pada tahun 1961
wabah flu burung terjadi di Afrika Selatan. Sejak saat itu flu burung menyerang
berbagai negeri di berbagai benua. Inggris, Irlandia, Italia, Belanda, Jerman,
Belgia adalah negeri-negeri di benua Eropa yang pernah mengalami serangan flu
burung.
Infeksi pada manusia pertama kali
ditemukan di Hongkong pada tahun 1997, dimana virus H5N1 menyebabkan penyakit
pernafasan yang berat pada 18 orang, 6 orang diantaranya meninggal. Infeksi
yang terjadi pada manusia bersamaan dengan terjadinya epidemi pada virus
influenza yang mempunyai patogenitas yang tinggi, yang disebabkan oleh strain
yang sama pada peternakan di Hongkong.
Pada penelitian
lebih lanjut pada kejadian ini, tergantung dari kontak langsung dengan unggas
hidup yang terinfeksi (sumber infeksi). Pada penelitian genetika, ditemukan
virus berpindah secara langsung dari burung ke manusia.
Dengan adanya pemusnahan yang
dilakukan secara cepat dalam waktu 3 hari terhadap sekitar 5.000.000 burung
pada peternakan di Hongkong, mengurangi kesempatan lebih jauh infeksi ke
manusia dan mencegah terjadinya pandemi.
Bila dilihat dari jumlah unggas yang mati dan orang yang terinfeksi
maupun yang meninggal, kasus flu burung yang terjadi di Indonesia merupakan
yang terparah di Asia setelah Vietnam. Pada tahun 2003 terjadi kematian pada
jutaan ekor ayam yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia terutama di Jawa
Barat. Pada awal tahun 2004, kematian jutaan ekor ayam yang mengejutkan
tersebut kembali terjadi. Awalnya, kematian jutaan ekor ayam tersebut diduga
disebabkan oleh penyakit Newcastle Disease atau yang umum dikenal dengan
Tetelo, karena memang ada kemiripan antara gejala tetelo dengan gejala-gejala
flu burung. Namun setelah dilakukan penelitian yang mendalam, ternyata
penyebabnya adalah virus flu burung strain H5N1 . Pemerintah pun segera
mengambil keputusan dengan melakukan depopulasi (pemusnahan) terhadap jutaan
ekor ayam. Sepanjang tahun 2004 departemen pertanian telah memusnahkan sekitar
5 juta ekor ayam yang diindikasikan terserang flu burung. Suatu jumlah yang
jauh lebih besar daripada jumlah-jumlah ayam yang dimusnahkan diberbagai Negara
di Asia.
Pada awal bulan Juni 2005 hingga Bulan Maret 2006 wabah flu burung
yang menghebohkan kembali terjadi di Indonesia. Sebagaimana tahun 2003
sebelumnya, Jawa Barat kembali menjadi provinsi yang terbanyak kasus flu burungnya.
Kali ini flu burung bukan hanya menyerang unggas melainkan juga telah merenggut
beberapa korban jiwa manusia. Beberapa orang lainnya dipastikan positif
terinfeksi flu burung. Dari data yang ada, hingga 9 Maret 2006 terdapat 129
orang yang diduga terinfeksi birus H5N1 (suspect). Dari jumlah tersebut
sebanyak 29 orang dinyatakan positif terinfeksi virus H5N1 dan 22 orang
diantaranya meninggal dunia.
(Atmawinata, Edi. 2006)
B.
Rumusan
Masalah
Bertolak dari latar belakang di atas maka penulis
mengidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah perkembangan flu burung
di dunia?
2. Bagaimana perkembangan flu burung di
Indonesia?
3. Siapakah yang rawan terhadap virus
Flu burung?
4. Bagaimana pencegahan penularan virus
flu burung?
5. Bagaimana cara
penularan infeksi flu burung?
6. Apa saja
gejala-gejala flu burung?
7. Bagaimana
penanggulangan infeksi flu burung?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Tujuan
Umum
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Comunicable Dissease, diharapkan setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat
mengetahui lebih dalam tentang pencegahan penularan infeksi flu burung melalui
kewaspadaan universal.
2. Tujuan Khusus
a. Memberikan pengetahuan
bagi para pembaca tentang Kewaspadaan universal
b. Memberikan
pengetahuan tentang penerapan kewaspadaan universal
c. Memberikan
pengetahuan tentang pencegahan penularan
infeksi flu burung
d. Memberikan
pengetahuan tentang pencegahan penularan
infeksi flu burung melalui kewaspadaan universal
e. Memberikan
pengetahuan tentang cara penularan infeksi flu burung
f. Memberikan
pengetahuan tentang gejala-gejala flu burung
g. Memberikan
pengetahuan tentang penanggulangan infeksi flu burung
D. Manfaat Penulisan
Penulisan dan
penyusunan makalah ini nantinya diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa
dalam pembelajaran mata kuliah Comunicable Dissease dan menambah pengetahuan
serta keterampilan mahasiswa sebagai bekal dalam penanganan dan pencegahan
penularan infeksi flu burung.
BAB II
KONSEP DASAR
A.
Pengertian
Flu burung
adalah suatu penyakit infeksi akibat virus influenza tipe A yang biasa mengenai
unggas yang dapat menyerang manusia.
(Sudoyo, Aru W.
2009)
B.
Etiologi
Penyebab flu burung adalah virus AI dari family orthomycoviridae.
Virus strain A ini dibedakan menurut tipe hemaglutinin (H) dan neuraminidase
(N)-nya sehingga virus ini dapat diklasifikasikan menurut subtipenya, seperti
H1N1 dan H2N1. Subtipe H5 dan H7 diperkirakan merupakan penyebab wabah dengan
tingkat kematian yang tinggi
(patogenik).
Subtipe
H5N1 dapat bermutasi secara genetik dengan subtipe lain sehingga dapat menular
ke manusia atau hewan selain burung. Galur H5N1 bertanggung jawab atas
terjadinya wabah flu di Hongkong pada tahun 1997 dan merupakan penyebab
kematian manusia (zoonosis) di vietnam pada Januari 2004.
Virus
AI juga diidentifikasi berdasarkan strainnya, yaitu terdapat strain A, B, dan
C. WHO melaporkan bahwa virus AI strain A bertanggung jawab atas terjadinya
wabah flu burung saat ini.
C.
Manifestasi
Klinis
1.
Gejala-gejala
flu burung pada unggas
a.
Keluar
cairan dari hidung dan mata
b.
Jengger,
pial, serta kulit perut yang tidak ditumbuhi bulu berwarna biru keunguan.
c.
Borok
di kaki
d.
Terjadi
pembengkakan di sekitar kepala dan muka
e.
Diare
f.
Bertingkah
seperti depresi
g.
Perdarahan
titik (ptechie) pada daerah dada, kaki, dan telapak kaki
h.
Perdarahan
dibawah kulit (subkutan)
i.
Terjadi
kematian
Bila mendapati unggas (ayam) yang mati dengan
gejala-gejala tersebut diatas, segeralah bakar dan kubur ayam mati itu dan
segeralah melapor ke Dinas Peternakan terdekat. Tindakan ini perlu dilakukan
untuk mengantisipasi kemungkinan berjangkitnya flu burung pada ternak unggas.
2.
Gejala-gejala
flu burung pada manusia
a.
Terjadi
kenaikan suhu tubuh yang tinggi hingga 39O C. tubuh terasa panas.
b.
Sakit
tenggorokan
c.
Keluar
lendir bening dari hidung
d.
Sesak
napas
e.
Batuk
Bila menemukan seseorang yang sakit
dengan gejala-gejala tersebut diatas, segeralah bawa orang tersebut ke rumah
sakit rujukan yang sudah ditunjuk Departemen Kesehatan. Penanganan seawal
mungkin pasien flu burung diharapkan dapat memperkecil bahkan menghilangkan
risiko kematian yang sangat cepat yang mungkin terjadi pada pasien.
Pada
unggas masa inkubasi berlangsung kurang lebih 1 minggu, sedangkan pada manusia
berkisar 1-3 hari. Masa infeksi 1 hari sebelum timbul gejala sampai 3-5 hari
timbul gejala. Pada anak-anak berlangsung sampai 21 hari.
(Atmawinata, Edi. 2006)
D.
Patofisiologi
Penyabaran virus avian influenza terjadi
melalui udara (droplet infektion) dimana virus dapat tertanam pada membran
mukosa yang melapisi salauran napas atau langsung memasuki alveoli. Virus yang
tertanam pada membran mukosa akan terpajan muko protein yang mengandung asam
sialat yang dapat mengikat virus. Reseptor spesifik yang dapat berkaitan dengan
virus influenza berkaitan dengan spesies dari mana virus berasal. Virus avian
influenza (Human Influenza Viruses) dapat berkaitan dengan Alpha 2,6 sialiloligosakarida
yang berasal dari membran sel dimana didapatkan residu asam sialat yang dapat
berkaitan dengan residu galaktosa melalui ikatan 2,6 linkage. Virus AI dapat
berkaitan dengan membran sel mukosa melalui ikatan yang berbeda yaitu ikatan
2,3 linkage. Adanya perbedaan pada reseptor yang terdapat pada membran mukosa
di duga sebagai penyebab mengapa virus AI tidak dapat mengadakan replikasi
secara efisien pada manusia. Muko protein yang mengandung reseptor ini akan
mengikat virus sehingga perlekatan virus dengan sel epitel saluran nafas dapat
dicegah. Tetapi virus yang mengandung protein neuraminidase pada permukaannya
dapat memecah ikatan tersebut. Virus selanjutnya akan melekat pada epitel
permukaan saluran nafas untuk kemudian bereplikasi didalam sel tersebut.
Replikasi virus terjadi selama 4-6 jam sehingga dalam waktu singkat virus dapat
menyebar ke sel-sel didekatnya. masa inkubasi virus 18 jam sampai 4 hari,
lokasi utama dari infeksi yaitu pada sel-sel kolumnar yang bersilia. Sel-sel
yang terinfeksi akan membengkak yang intinya mengkerut dan kemudian mengalami
pignosis. Bersamaan dengan terjadinya disintegrasi dan hilangnya silia
selanjutnya akan terbentuk badan inklusi.
E.
Kriteria
Diagnosis
- Kasus Observasi
Panas badan
diatas 38º C disertai lebih dari 1 gejala berikut :
-
Batuk
-
Radang tenggorokan
-
Sesak nafas
2. Kasus Tersangka
Panas badan
diatas 38º C disertai lebih dari 1 gejala berikut :
-
Batuk
-
Radang tenggorokan
-
Sesak nafas
Disertai
tanda dibawah ini:
a. Hasil tes laboratorium positif untuk
virus influenza A tanpa mengetahui subtype
b. Kontak 1 minggu sebelum timbul
gejala dengan penderita yang tergolong kasus pasti
c. Kontak 1 minggu sebelum timbul
gejala dengan unggas yang mati karena sakit
d. Bekerja di laboratorim yang
memproses sample dari orang atau binatang yang disangka terinfeksi Higly
Pathogenic Avian Influenza 1 minggu sebelum timbul gejala
3. Kasus Probable
-
Kasus tersangka
-
Hasil laboratorium tertentu positif untuk virus influenza A
(H5) seperti tes ntibody spesifik pada 1 spesimen serum
4. Kasus Pasti
-
Hasil biakan virus influnza A (H5N1) positif atau hasil
dengan pemeriksaan PCR untuk H5 positif
-
Peningkatan
titer antibodi spesifik H5 sebesar >4x
-
Hasil dengan IFA untuk antigen H5 positif
F.
Pemeriksaan
Diagnostik
uji
konfirmasi:
1. kultur
dan identifikasi virus H5N1.
2. uji
real time Nested PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk H5.
3. Uji
serologi:
a. imunofluorescence
(IFA) test: ditemukan antigen positif dengan menggunakan antibodi monoklonal
influenza A H5N1.
b. uji
netralisasi: didapatkan kenaikan titer antibody spesifik influenza A H5N1
sebanyak 4 kali dalam paired serum dengan uji netralisasi.
c. uji
penapisan:
1) rapid
test untuk mendeteksi influenza A
2) HI
Test dengan darah kuda untuk mendeteksi H5N1
3) enzyme
imunoassay (elisa) untuk mendeteksi H5N1
G.
Pemeriksaan
Penunjang
1. hematologi:
hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, total limfosit. umumnya
ditemukan leukopeni, limfositopeni atau limfositosis relatif dan
trombositopeni.
2. kimia:
albumin atau globulin SGOT / SGPT, ureum, kreatinin, kreatin kinase, analisa
gas darah. umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT /SGPT,
peningkatan ureum dan kreatinin, peningkatan kreatin kinase, analisa gas darah
dapat normal atau abnormal. kelainan laboratorium sesuai dengan perjalana
penyakit dan komplikasi yang ditemukan.
3. pemeriksaan
radiologi: pemeriksaan foto thoraks PA
dan lateral (bila diperlukan). dapat ditemukan gambaran infiltrat diparu yang
menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia.
H.
Penatalaksanaan
prinsip penatalaksanaan
AI adalah: istirahat, peningkatan daya tahan tubuh, pengobatan antiviral,
pengobatan antibiotik, perawatan respirasi, anti inflamasi, imunomodulators.
mengenai antiviral maka
antiviral sebaiknya diberikan pada awal infeksi yakni pada 48 jam pertama.
adapun pilihan obat:
1. penghambat
M2:
a. amatadin
(symadine)
b. rimantidin
(flu-madine)
dengan
dosis 2x/hari 100 mg/kg BB selama 3-5 hari.
2. penghambatan
neuramidase (WHO):
a. zanamivir
(relenza)
b. oseltamivir
(tamiflu)
dengan
dosis 2x75 mg selama 1 minggu.
Departemen Kesehatan RI dalam pedomannya
memberikan petunjuk sebagai berikut:
1. pada
kasus suspek flu burung diberikan olsetamifir 2x75 mg 5 hari, simptomatik dan
antibiotik jika ada indikasi indikasi.
2. pada
kasus probable flu burung diberikan oseltamifir 2x75 mg selama 5 hari,
antibiotik spektrum luas yang mencakup kuman tipik dan atipikal, dan steroid
jika perlu seperti pada kasus pneumonia berat, ARDS. respiratory care di ICU
sesuai indikasi.
3. sebagai
profilaksis, bagi mereka yang beresiko tinggi, digunakan oseltamivir dengan
dosis 75 mg sekali sehari selama lebih dari 7 hari (hingga 6 minggu).
BAB III
PEMBAHASAN MASALAH
A.
Pengertian
Kewaspadaan Universal
Kewaspadaan universal merupakan
upaya pencegahan transmisi penyakit infeksi melalui darah dan cairah tubuh,
kewaspadaan ini untuk semua pasien apapun diagnosanya dan apakah sudah
diketahui menderita infeksi atau belum. Penerapan kewaspadaan universal
didasarkan pada keyakinan, bahwa darah dan cairan tubuh sangat potensial menular
penyakit, baik yang berasal dari pasien maupun petugas kesehatan (Depkes RI,
2003). Prinsip utama prosedur kewaspadaan universal pelayanan kesehatan adalah
menjaga higiene sanitasi individu, higiene sanitasi ruangan dan sterilisasi
peralatan.
Universal precautions
(kewaspadaan universal) adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana yang
digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien, setiap saat, pada
semua tempat pelayanan dalam rangka mengurangi resiko penyebaran infeksi.
B.
Penerapan
Kewaspadaan Universal
prosedur standar kewaspadaan
universal bertujuan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dari pasien
kepada perawat.
terdiri dari :
1.
Mencuci Tangan
Sejalan dengan alat bantu untuk
pengendalian infeksi perawat harus mengingat bahwa mencuci tangan merupakan
tehnik yang paling penting dan mendasar dalam mencegah dan mengendalikan
infeksi karena dapat melindungi perawat dan pasien dari mikroorganisme.
Adapun aspek-aspek yang perlu
diperhatikan dalam mencuci tangan yaitu menggunakan air mengalir / tersedianya
wastafel melakukan proses membasuh, menggosok dan membilas tangan menggunakan
sabun atau cairan anti septik sekurang-kurangnya 10 detik, mengeringkan tangan
dengan handuk yang bersih dengan tujuan agar terhindar dari infeksi silang antar
pasien dengan perawat serta menjaga tangan yang sudah dicuci agar tidak
terkontaminasi. Cuci tangan harus dilakukan pada saat melakukan tindakan dan
setelah melakukan tindakan, hal ini dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya
perpindahan kuman melalui tangan.
2.
Memakai Masker
Masker digunakan untuk melindungi
perawat dari penyakit infeksi saluran pernapasan. Perawat harus memakai masker
dengan menutup area sekitar wajah dan hidung, hal ini di lakukan dengan efektif
kalau tidak maka masker tidak dapat mengontrol nuklai doplet udara.
3.
Memakai Sarung Tangan
Sarung tangan merupakan salah satu
alat pelindung tubuh yang digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir
petugas dari resiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, kulit yang
tidak utuh dan selaput lendir pasien. Apabila sarung tangan menyentuh darah,
cairan tubuh, sekresi, ekskresi, dan benda-benda yang terkontaminasi hendaknya
perawat atau petugas kesehatan segera melepaskan sarung tangan dengan cepat
setelah digunakan, sebelum menyentuh benda-benda yang tidak terkontaminasi dan
permukaan lingkungan, dan sebelum ke pasien lainnya. Cuci tangan dengan segera
bertujuan untuk menghindari pemindahan mikroorganisme ke pasien atau lingkungan
lain.
4.
Memakai Pelindung Mata
Penggunaan pelindung mata seperti
goggles atau cadar plastik untuk mencegah transmisi patogen melalui membran
mukosa pada perawat. Pelindung mata ini digunakan dalam melakukan tindakan
seperti penghisapan, mengganti balutan, atau perawatan kebersihan yang dapat
menyebabkan percikan darah atau cairan lainnya yang berasal dari pasien (Goul
D, 2003 ).
5.
Memakai Celemek
Pemakaian celemek / gaun pelindung
bertujuan untuk melindungi kulit dan mencegah pakaian basah selama tindakan
perawat terhadap pasien seperti : perawat terkena semburan atau percikan darah,
cairan tubuh, sekresi, atau ekskresi yang menyebabkan pakaian menjadi basah.
Secepat mungkin perawat dapat melepaskan celemek dan cuci tangan sehingga
dapat terhindar dari kontaminasi mikroorganisme dari pasien atau lingkungan.
6.
Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai.
Pengolahan alat kesehatan bertujuan
untuk mencegah penyebaran infeksi serta untuk menjamin alat tersebut dalam
kondisi steril dan siap pakai. Proses penatalaksanaan pengelolaan alat
kesehatan dilakukan melalui 4 tahap kegiatan yaitu:
a. Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah menghilangkan
mikroorganisme pathogen dan kotoran dari suatu benda sehingga aman untuk
pengolahan selanjutnya. Dekontaminasi bertujuan untuk mencegah penyebaran
infeksi melalui alat kesehatan/suatu permukaan benda, misalnya HIV, HBV, dan
kotoran lain yang tidak tampak, sehingga dapat melindungi petugas maupun
pasien. Dekontaminasi dilakukan dengan menggunakan bahan disinfektan, yaitu
suatu bahan atau larutan kimia yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme pada
benda mati dan tidak digunakan untuk kulit dan jaringan mukosa. Alat-alat
kesehatan dapat didekontaminasi dengan larutan clorin 0,5% selama 10-15 menit
(Depkes RI, 2003).
b. Pencucian alat
Setelah dekontaminasi dilakukan
pembersihan yang merupakan langkah penting yang harus dilakukan. Tanpa
pembersihan yang memadai maka pada umumnya proses disinfeksi atau sterilisasi
selanjutnya menjadi tidak efektif.
c. Disinfeksi
Merupakan suatu proses untuk
menghilangkan sebagian atau semua mikroorganisme dari alat kesehatan kecuali
endospora bakteri. Dikenal macam disinfeksi seperti : Disinfektan kimiawi:
alkohol, klorin dan ikatan klorin, formaldehid, glutaraldehid, hydrogen
peroksida, asam parasetat, fenol, ikatan ammonium kuartener. Cara disinfeksi
lainnya: radiasi sinar ultra violet, pasteurisasi, dan mesin pencuci (Depkes
RI, 2003). Karakteristik disinfektan yang ideal: Berspektrum luas, membunuh
kuman secara tepat, tidak dipengaruhi faktor lingkungan, yaitu tetap aktif
dengan adanya zat organik seperti darah, sputum, feses, tidak rusak oleh sabun,
deterjen, dan zat kimia lain mungkin digunakan bersama, tidak toksis, tidak
korosif atau merusak bahan, meninggalkan lapisan antimikrobial pada permukaan
yang diproses, mudah pemakaiannya, tidak berbau, ekonomis, larut dalam air,
stabil dalam konsentrasi aktifnya, mempunyai efek pembersih (Depkes RI, 2003).
d. Sterilisasi
Sterilisasi adalah suatu proses
untuk menghilangkan seluruh mikroorganisme dari alat kesehatan termasuk
endospora bakteri. Istilah steril mengandung arti mutlak berarti semua bentuk
dan jenis mikroorganisme betul-betul musnah. Macam-macam sterilisasi : fisik
(pemanasan basah dan kering, radiasi dan penyaringan), kimiawi bahan kimia yang
sering digunakan untuk sterilisasi diantaranya larutan glutaraldehid dan gas
etilen oksida (ETO).
C.
Penularan
Flu Burung pada Unggas dan Manusia
1.
Penularan
flu burung antar ternak
Ada
beberapa sebab terjadinya penularan flu burung antar ternak unggas:
a.
Melalui
kotoran unggas
b.
Melalui
lendir yang keluar dari hidung dan matanya
c.
Melalui
sepatu atau pakaian yang tercemari virus
d.
Melalui
air yang tercemar
e.
Melalui
penjualan dan lalu lintas unggas
2.
Penularan
dari hewan ke manusia
Meskipun telah terbukti bahwa flu burung bukan hanya menyerang
unggas melainkan juga dapat menyerang hewan lain seperti kucing dan musang,
namun pola penularan dari hewan ke manusia tidak berubah, yakni virus flu
burung hanya dapat menular ke manusia melalui unggas saja, tidak melalui hewan
lainnya. Hingga saat ini tidak ditemukan satupun kasus yang menunjukkan bahwa
hewan selain unggas dapat menularkan virus flu burung ke manusia.
3.
Penularan
melalui telur
Penularan flu burung dari unggas ke
manusia dapat juga terjadi melalui telur. Telur-telur ayam, itik, ataupun puyuh
yang pada cangkangnya terdapat kotoran kering yang menempel pada telur tersebut
berasal dari unggas yang terinfeksi virus flu burung. Apabila sudah memegang
telur yang demikian, sebaiknya segera mencuci tangan dengan alkohol.
Sebagaimana halnya dengan daging
unggas, telur unggaspun dapat mengandung virus flu burung didalamnya. Oleh
sebab itu, telurpun mesti dimasak hingga matang sehingga virus yang kemungkinan
ada akan mati. Virus flu burung akan mati dengan cepat pada pemanasan diatas 80O
C. Sebaiknya hindari mengkonsumsi telur setengah matang, karena
dikhawatirkan masih mengandung virus yang masih hidup.
Flu burung menular dari unggas ke
unggas, dari unggas ke manusia, melalui udara yang tercemar virus H5N1 yang
berasal dari air liur, sekret hidung dan feses unggas. Penularan juga dapat
terjadi jika bersinggungan langsung atau kontak dengan unggas yang terinfeksi
flu burung. Kelompok resiko tinggi tertular penyakit ini, yaitu :
pekerja dipeternakan unggas, pemotong unggas dan penjamah produk unggas
lainnya. Sampai saat
ini belum ada bukti yang menyatakan bahwa virus flu burung dapat menular dari
manusia ke manusia atau menular melalui makanan.
(Atmawinata, Edi. 2006)
D.
Gejala-gejala
flu burung pada ternak unggas dan manusia
1.
Gejala-gejala
flu burung pada unggas
a.
Keluar
cairan dari hidung dan mata
b.
Jengger,
pial, serta kulit perut yang tidak ditumbuhi bulu berwarna biru keunguan.
c.
Terjadi
pembengkakan di sekitar kepala dan muka
d.
Diare
e.
Perdarahan
titik (ptechie) pada daerah dada, kaki, dan telapak kaki
f.
Perdarahan
dibawah kulit (subkutan)
g.
Terjadi
kematian
Bila mendapati unggas (ayam) yang mati dengan
gejala-gejala tersebut diatas, segeralah bakar dan kubur ayam mati itu dan
segeralah melapor ke Dinas Peternakan terdekat. Tindakan ini perlu dilakukan
untuk mengantisipasi kemungkinan berjangkitnya flu burung pada ternak unggas.
2.
Gejala-gejala
flu burung pada manusia
a.
Terjadi
kenaikan suhu tubuh yang tinggi hingga 39O C. tubuh terasa panas.
b.
Sakit
tenggorokan
c.
Keluar
lendir bening dari hidung
d.
Sesak
napas
e.
Batuk
Bila menemukan seseorang yang sakit
dengan gejala-gejala tersebut diatas, segeralah bawa orang tersebut ke rumah
sakit rujukan yang sudah ditunjuk Departemen Kesehatan. Penanganan seawal
mungkin pasien flu burung diharapkan dapat memperkecil bahkan menghilangkan
risiko kematian yang sangat cepat yang mungkin terjadi pada pasien.
(Atmawinata, Edi. 2006)
E.
Pencegahan
Penularan Infeksi Flu Burung
1.
Biosekuriti
Biosekuriti secara garis besar
berkaitan dengan lalulintas unggas dan manusia serta sanitasi lingkungan
ternak. Penerapan biosekuriti serta disiplin diyakini akan dapat mencegah suatu
peternakan dari kemungkinan tertulari virus. Penerapan biosekurti dengan
disiplin akan dapat mencegah kerugian besar yang harus di tanggung oleh
peternak disebabkan wabah flu burung. Biosekuriti, selain vaksinasi, yang
dijalankan dengan cermat dan disipin akan dapat menghindari tindakan lain yang
kurang disukai para peternak unggas yakni depopulasi atau pemusnahan unggas
secara selektif.
Berikut Ini adalah
beberapa tindakan yang tercakup dalam biosekuriti:
a.
Membatasi
secara ketat lalulintas unggas, produk unggas, pakan, kotoran, bulu, dan alas
kandang.
b.
Membatasi
lalulintas pekerja atau orang dan kendaraan yang keluar-masuk lokasi
peternakan. Orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk. Orang dan kendaraan
yang masuk keluar kandang harus disemprot dengan larutan desinfektan.
c.
Peternak
dan orang yang hendak masuk peternakan ayam (unggas) harus mengenakan pakaian
pelindung seperti masker, kaca mata pelindung (goggle), kaos tangan dan sepatu.
d.
Mencegah
kontak antara unggas dengan burung liar atau burung air, tikus dan hewan lain.
Melakukan disinfeksi terhadap semua
bahan, sarana, dan prasarana peternakan, termasuk bangunan kandang dengan
menggunakan disinfektan yang sudah di rekomendasi seperti asam prasetat,
hidroksi peroksida, sediaan ammonium kuartner, formaldehid/formalin 2-5%,
iodoform kompleks (iodine), senyawa fenol, dan natrium/kalium hipoklorit.
2.
Vaksinasi
Temuan dan produksi vaksin Bird
CLOSE 5.1. oleh institut pertanian Bogor dan Sigetha Parmaceutical jepang telah
membangkitkan harapan besar akan bebasnya Indonesia dari flu burung juga member
harapan kepada negara-negara lainya di dunia, terutama di Asia untuk
membebaskan diridari wabah flu burung yamg disebabkan oleh H5N1. Berdasarkan
pengujian, vaksin terbaru produk para peneliti IPB dan jepang ini, terbukti
lebih kompatibel, efektif, dan aman dalam menangkal serangan virus H5N1,
khususnya pada ternak unggas di Indonesia, dibanding vaksin-vaksin yang telah
lebih dahulu beredar. Vaksin ini terdiri dari dua jenis, yakni vaksin untuk
unggas dan vaksin untuk kucing. diharapkan, vaksin yang akan disebarkan ke
berbagai Negara dunia itu, benar-benar akan dapat menghentikan wabah flu burung
yang diakibatkan oleh serangan strain virus paling ganas dan mematikan, H5N1,
maupum yang disebabkan strain virus lainnya.
Selain vaksin temuan terbaru
IPB-Shigheta, terdapat juga vaksin-vaksin lain yang sebelumnya sudah beredar di
berbagai negaraseperti vaksin H5N1, yang selama ini banyak digunakan, GALLIMUN
Flu H5N9 yang sering digabung dengan TROVAC AIV H5, serta vaksin H9N2.
(Atmawinata, Edi. 2006)
Tindakan
pencegahan penularan flu burung yang bisa dilakukan bagi peternak diantaranya:
1.
orang
yang kontak dengan unggas (misalnya peternak ayam) harus menggunakan masker, baju khusus, kaca
mata renang.
2.
Membatasi
lalu lintas orang yang masuk ke peternakan
3.
Mendisinfeksi
orang dan kendaraan yang masuk ke peternakan
4.
Mendisinfeksi
peralatan peternakan
5.
Mengisolasi
kandang dan kotoran dari lokasi peternakan
Tindakan pencegahan penularan flu burung yang bisa dilakukan
masyarakat umum diantaranya:
1.
Memilih
daging yang baik dan segar
2.
Memasak
daging ayam minimal 800 C selama 1 menit dan telur minimal 640 C
selama 5 menit (atau sampai air atau kuahnya mendidih cukup lama).
3.
Menjaga
kesehatan dan ketahanan umum tubuh dengan makan, olahraga, dan istirahat yang cukup.
4.
Segera
ke dokter/ puskesmas/ rumahsakit bagi masyarakat yang mengalami gejala-gejala
flu burung.
(Widoyono, 2011)
Upaya pencegahan yang bisa dilakukan di rumah diantaranya:
a. Menjaga Kebersihan Lingkungan
(Khususnya Kadang Unggas Dan Burung).
b. Menjaga Kebersihan Diri (Cuci Tangan
Dengan Sabun)
c. Menjauhkan Kandang Unggas Dan Burung
(Ayam, Itik Dan Burung) Dari Rumah/Tempat Tinggal.
d. Gunakan Penutup Hidung Dan Sarung
Tangan Bila Akan Mengolah Tanaman Dengan Pupuk Kandang.
e. Jangan Membuang Kotoran (Jeroan,
Bulu Ayam, Dll.) Sembarangan, Bungkuslah Dengan Plastik Dan Buang Di Tempat
Sampah.
f. Bersihkan Makanan Ternak/Burung Yang
Tercecer Di Tanah/Lantai, Agar Tidak Mengundang Burung Liar Datang.
Upaya pencegahan pada diri sendiri yang bisa dilakukan
diantaranya:
1. Rajin Cuci Tangan Dengan Sapun Atau
Cairan Antiseptiksetelah Menangani Unggas/Burung.
2. Bersihlah Permukaan Dengan Detergen,
Cairan Alkohol (70%) Atau Pemutih/Klorin (0.5%).
3. Gunaknlah Penutup Mulut Dan Hidung,
Sarung Tangan, Dan Sepatu Boot Apabila Memasuki Daerah Yang Telah Terjangkiti
Atau Sedang Terjangkit Virus Flu Burung.
4. Amati Dengan Teliti Kesehatan Anda
Apabila Telah Melakukan Kontak Dengan Unggas/Burung. Segeralah Cari Perhatian
Medis Apabila Timbul Gejala-Gejala Demam, Infeksi Mata, Dan/Atau Kesulitan
Bernafas.
F.
Penanggulangan
Flu Burung pada Unggas dan Manusia
1.
Penanggulangan
pada ternak unggas
a.
Biosekuriti
Langkah ini merupakan langkah awal yang mesti dilakukan oleh para
peternak pada peternakan masing-masing yang
masih tertular flu burun. Keberhasilan menjalankan biosekuriti pada sebuah
peternakan akan sangat menguntungkan baik dari segi ekonomi maupun dari segi
kesehatan bagi manusia.
Biosekuriti ini mencakup beberapa langkah pencegahan yang
kesemuanya merupakan satu kesatuan yang terpadu. Artinya, semua langkah dalam
biosekuriti mesti dijalankan sehingga membuahkan hasil yang diharapkan.
b.
Vaksinasi
Selain menerapkan biosekuriti yang disiplin terhadap peternakan,
peternak pun sudah seharusnya melakukan vaksinasi. Penemuan dan pembuatan
vaksin terbaru oleh IPB yang bekerjasama dengan mitranya dari jepang telah
memberi harapan besar bagi dunia peternakan Indonesia dalam upaya menanggulangi
flu burung. Penggunaan vaksin yang cocok dan baik bagi penanggulangan flu burung
di Indonesia sangatlah penting, dan
ternyata, berdasarkan hasil pengujian, vaksin hasil temuan IPB-Shigeta tersebut
menunjukkan tingkat efektifitas yang
sangat tinggi sehingga dinilai lebih baik untuk digunakan di Indonesia
maupun di sejumlah negara di Asia dibanding vaksin -vaksin lain yang sudah
beredar sebelumnya.
Vaksinasi harus dilakukan terhadap semua unggas yang sehat di
daerah yang telah diketahui berjangkit virus flu burung.
c.
Depopulasi
Depopulasi adalah tindakan pemusnahan selektif terhadap unggas yang
diindikasikan menderita flu burung dan juga terhadap unggas-unggas yang
diindikasikan terjangkiti virus flu burung meskipun unggas tersebut masih
tampak sehat. Tindakan depopulasi terbatas ini dilakukan setelah memulai
pemeriksaan terlebih dahulu oleh dinas terkait, dalam hal ini dinas perternakan
masing -masing daerah.
Bila peternak menemukan unggas atau beberapa unggas yang sakit atau
mati, maka secepatnya melaporkan kasus tersebut kepada dinas peternakan
terdekat untuk dilakukan pemeriksaan darah ataupun bedah bangkai terhadap unggas (ayam) yang
mati tersebut. Juga untuk dilakukan pemeriksaan darah terhadap unggas-unggas
lain yang berdekatan dengan unggas yang mati itu.
Bila ternyata hewan yang mati itu positif menderita flu burung dan
unggas-unggas yang ada di sekitarnya ada yang dinyatakan positif terulari virus
flu burung, maka pemusnahan selektif perlu dilakukan dengan cara memusnahkan
unggas-unggas yang sakit dan yang sehat (namun terindikasi terjangkit flu
burung) dalam satu kandang.
Depopulasi ini merupakan tindakan darurat sementara hingga vaksin
yang efektif dan handal ditemukan.
d.
Mengevaluasi
dan memperbaiki manajemen peternakan
Sebagaimana diketahui unggas, khususnya ayam, merupakan hewan yang
mudah stress. Stres mudah sekali terjadi pada ayam bila pemeliharaannya kurang
baik terutama bila kandang dan pakannya kurang baik. Bila ayam stress, maka
ayam tersebut mudah terserang penyakit, baik itu penyakit flu burung maupun
penyakit lainnya. Oleh karena itu manajemen peternakan sangat perlu dievaluasi
dari waktu ke waktu dan bila di temukan masih adanya kekurangan maka kekurangan
tersebut perlu diperbaiki.
Manajemen peternakan disini mencangkup banyak hal dari yang
bersifat keuangan hingga yang bersifat praktis di lapangan. Satu diantara
manajemen peternakan tersebut adalah pengaturan kandang yamg juga mencangkup
pemberian pakan ternak.
e.
Pemantauan
lalu lintas unggas
Suatu
peternakan atau daerah dapat tertulari wabah flu burung karena masuknya unggas
lain dari daerah tertular. Oleh sebab itu pemantauan terhadap lalu lintas
unggas perlu dilakukan, Departemen Pertanian telah melakukan upaya tersebut,
dan akan terus melakukannya hingga Indonesia bebas dari flu burung.
2.
Penanggulangan
flu burung pada manusia
Penanggulangan flu burung pada
manusia terbagi kedalam dua bagian, yaitu pencegahan dan pengobatan.
Pencegahan flu burung pada manusia
pada intinya dengan menjaga keprimaan tubuh dan menjaga kebersihan, baik
kebersihan diri maupun kebersihan lingkungan. Flu burung tidak mudah menyerang
manusia jika kondisi tubuh manusianya cukup prima. Dalam tubuh yang kuat, virus
flu burung tidak bisa berkutik.
Upaya pencegahan lainnya adalah
tidak berkunjung ke peternakan bila tidak benar-benar perlu. Dan jika harus
masuk ke lokasi peternakan karena memang seorang peternak atau pegawai
peternakan, maka seharusnya menggunakan masker sehingga kemungkinan penularan
virus flu burung dapat dicegah.
Adapun penanggulangan terhadap orang
yang memperlihatkan gejala-gejala terjangkit flu burung adalah dengan
memberikan pengobatan. Biasanya obat
yang digunakan adalah obat anti viral oseltamivir, zanimivir, amantadin, dan
rimantadin. Sekarang ada juga obat tamiflu dan relenza.
Kesemua obat ini hanya diberikan oleh para dokter di rumah sakit yang dirujuk
oleh Departemen Kesehatan tidak diperjual belikan secara bebas.
Jika ditemukan seseorang dengan
gejala-gejala flu burung, maka harus dilakukan tindakan-tindakan dibawah ini:
a.
Tidak
perlu panik, secepat mungkin bawa orang tersebut ke rumah sakit sujukan suspect
flu burung terdekat. Jangan sekali-kali menunda-nunda, karena terlambat sedikit
saja, flu burung ini dapat menyebabkan kematian dengan cepat.
b.
Laporkan
adanya kasus tersebut ke Dinas Kesehatan terdekat untuk ditindaklanjuti.
c.
Tidak
perlu mengucilkan keluarga penderita karena flu burung tidak menular antar
manusia. Hingga saat ini tidak ada satupun kasus yang menunjukkan flu burung
dapat menular sesama manusia.
3.
Antisipasi
dan Penanggulangan Wabah Flu Burung pada Unggas Rumah.
Berikut langkah-langkah yang dapat
dilakukan warga masyarakat yang memelihara unggas sebagai antisipasi dan
penanggulangan wabah flu burung:
a.
Cepat
kuburkan unggas-unggas yang mati (bangkai). Jangan sekali-kali membuangnya ke
sungai atau tempat sampah dan jangan memberikannya ke hewan peliharaan lainnya.
b.
Cepat
musnahkan unggas-unggas yang memperlihatkan gejala-gejala flu burung dengan
cara menyembelih lalu membakarnya atau menguburkan. Hal ininya.
c.
Berhati-hatilah
dengan kotoran unggas. Melalui kotoran inilah penularan paling sering terjadi.
Bersihkan kotoran ayam dengan cara mengumpulkan dan menguburkannya dalam
tanah.penguburan unggas, bagian unggas, atau kotorannya akan mencegah
penyebaran virus.
d.
Gunakan
masker pada saat menangani unggas yang mati atau yang sakit serta pada saat
membersihkan dan menguburkan kotoran unggas sehingga terlindung dari udara
kotor yang bercampur kotoran unggas yang kering.
e.
Laporkan
kejadian adanya unggas yang mati atau sakit ke dinas peternakan terdekat untuk
ditindak lanjuti.
f.
Unggas-unggas
yang setelah diperiksa oleh dinas peternakan dinyatakan positif terinfeksi
virus flu burung, harus direlakan untuk dimusnahkan segera dengan cara
disembelih lalu dibakar atau dikubur.
g.
Lakukan
vaksinasi pada unggas-unggas yang masih sehat. Hal ini bisa dikoordinasikan dengan
dinas peternakan setempat.
h.
Lakukan
penyemprotan dengan desinfektan. Ini dapat dilakukan dengan berkoordinasi
dengan dinas peternakan setempat.
i.
Cucilah
tangan setelah melakukan interaksi dengan unggas.
Langkah-langkah tersebut diharapkan
dapat mengantisipasi penyebaran virus flu burung sekaligus menanggulangi kasus
flu burung yang terjadi, terutama pada unggas-unggas rumahan.
(Atmawinata, Edi. 2006)
G. Kewaspadaan universal standard pada
pencegahan penularan infeksi flu burung
1.
Cuci tangan dilakukan dibawah air mengalir dengan
menggunakan sabun dan sikat selama kurang lebih 5 menit, yaitu dengan menyikat
seluruh permukaan telapak tangan maupun punggung tangan. Hal ini dilakukan
sebelum dan sesudah memeriksa penderita.
2.
Pakaian yang
digunakan adalah pakaian bedah atau pakaian sekali pakai.
3.
Memakai masker N95 atau minimal masker bedah.
4.
Menggunakan
pelindung wajah/ kaca mata goegle (bila diperlukan)
5.
Menggunakan pakaian pelindung
6.
Menggunakan sarung tangan
7.
Menggunakan sepatu bot pelindung kaki
H.
Penanganan Penderita Flu burung
1.
Penderita dirawat diruang isolasi selama 7 hari
(masa penularan), karena ditakutkan adanya transmisi melalui udara.
2.
Oksigenasi, jika terdapat sesak nafas dan
apabila terdapat kecendrungan adanya gagal nafas, dengan cara mempertahankan
saturasi 02 > 90%
3.
Hidrasi, yaitu pemberian cairan parenteral (infus)
atau minum yang banyak
4.
Terapi simptomatis untuk gejala flu, seperti
analgetik, antipiretik, dekongestan dan antitusif
5.
Amantadine / Rimantadine yang berfungsi
menghambat hemaglutinin diberikan pada awal infeksi, sedapat mungkin dalam 48
jam pertama selama 3-5 hari dengan dosis 5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Bila BB > 45kg diberikan 100 mg dua kali sehari. Pada orang lanjut usia
dan penderita dengan penurunan fungsi hari atau ginjal, dosis harus diturunkan.
6.
Oseltamivir yang berfungsi menghambat neuramidase diberikan untuk anak <
style=""> sebanyak 45 mg dua kali sehari; BB 23-40 kg sebanyak 60
mg dua kali sehari; BB > 40 kg sebanyak 75 mg dua kali sehari. Dosis pada
penderita dengan usia > 13 tahun sebanyak 75 mg dua kali sehari. Harus
diberikan dalam waktu 36 jam setelah onset influenza. Pemberian dilakukan
selama 5 hari.
7.
Foto thoraks ulang
8.
Laboratorium
9.
Pada kasus dengan respiratori distress, maka dilakukan pengobatan sesuai
prosedur RDS sebagaimana lasimnya, dan penderita dimasukan ke ruang perawatan
intensif (ICU).
10. Selanjutnya
dapat dirawat di ruang perawatan biasa, jika :
-
Hasil apus tenggorokan negatif dengan PCR atau biakan.
-
Setelah 7 hari demam, kecuali demam berlanjut, atau sesuai pertimbangan
dokter yang merawat atau penanganan kasus demi kasus.
Apabila
kita berhadapan dengan seorang yang terkena gejala seperti flu, kemoprofilaksis
efektif untuk mencegah penularan influenza dibutuhkan. Profilaksis dengan
amatadine efektif untuk mencegah sebagian besar tipe flu (Influenza A). Bagi
yang tidak toleran terhadap amatadine dapat menggunakan Oseltamivir (tamiflu)
sebagai obat alternatif. Jika sudah mendapatkan vaksinasi, maka kemoprofilaksis
tidak dibutuhkan. Direkomendasikan durasi pemberian profilaksis adalah 7-10
hari.
Pasien-pasien
yang memiliki resiko tinggi penularan influenza, maka sebaiknya diberikan obat
antiviral, jika disekitarnya ada yang terkena influenza maka harus diberikan
kemoprofilaksis.
Obat
antiviral efektif untuk treatment dari influenza jika dipakai setelah muncul
gejala-gejala awal. Sebab pemakaian antiviral ini terbatas, penggunaan obat
antiviral dipergunakan hanya pada masyarakat yang memiliki resiko terjadinya
komplikasi yang berat dari influenza yakni mulai dari hari ke-2 onset penyakit
tersebut.
Dalam
keadaan apapun, pengobatan juga harus diberikan kepada orang yang mengunjungi
pasien yang didiagnosis mengidap influenza. Pengobatan yang disarankan untuk
influenza yaitu oseltamivir (tamiflu) yang sesuai dengan dosis harian serta
usia untuk penyembuhan influenza. Lamanya pengobatan direkomendasikan selama 5
hari. Untuk mengontrol infeksi tersebut dilakukan monitoring oleh lembaga
kesehatan seperti rumah sakit.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Penyebab flu burung di Indonesia
adalah virus influenza tipe A subtipe H5N1, dengan Case Fatality Rate
sekitar 76-80% dan sekitar 80% kasus menyerang anak-anak dan remaja.
Penyakit ini ditularkan dari unggas
ke unggas, dari unggas ke manusia, melalui udara yang tercemar virus H5N1 yang
berasal dari air liur, sekret hidung dan feses unggas. Kelompok resiko tinggi
tertular penyakit ini yaitu: pekerja dipeternakan unggas, pemotong unggas dan
penjamah produk unggas lainnya. Sampai saat ini belum ada bukti yang menyatakan
bahwa virus flu burung dapat menular dari manusia ke manusia atau menular
melalui makanan.
Kriteria diagnosis dari penyakit ini
sudah ditetapkan dan dibagi menjadi beberapa kelompok, yang meliputi: kasus
observasi, kasus tersangka, kasus probable dan kasus pasti yang ditegakan
berdasarkan manifestasi klinik dan hasil laboratorium.
Adanya kewaspadaan sangat diperlukan
terutama pada kelompok beresiko tinggi, yaitu dengan memperhatikan cara
pencegahan. Penangan penyakit flu burung, memerlukan tindakan segera,
cermat, dan tepat sesuai prosedur agar penderita tidak bertambah parah atau
bahkan meninggal dunia.
B.
Saran
Perlu
adanya penyuluhan kepada masyarakat mengenai penyakit flu burung agar
masyarakat memiliki pengetahuan yang benar, sehingga baik pencegahan maupun
penanganan dapat dilakukan secara tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Atmawinata, Edi. 2006. Kiat Bebas Flu Burung. Bandung: CV.
Yrama Widya.
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis: Epidemologi, Penularan,
Pencegahan, & Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Jilid 3).
Jakarta: Interna Publishing.
http://fluburung.org