Jumat, 18 Januari 2013

Pencegahan Penularan Infeksi Flu Burung Melalui Kewaspadaan Universal


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Secara historis, wabah flu burung pertama kali terjadi di Italia pada tahun 1878, saat itu banyak unggas yang mati. Kemudian terjadi lagi wabah flu burung di Scotlandia pada tahun 1959. Kali ini bukan hanya menyerang unggas tetapi juga sudah mulai menyerang manusia.
Virus penyebab flu burung di italia dan di scotlandia tersebut adalah virus strain H5N1 yang sekarang ini muncul lagi menyerang unggas dan manusia di berbagai negeri di asia, termasuk di Indonesia. Pada tahun 1961 wabah flu burung terjadi di Afrika Selatan. Sejak saat itu flu burung menyerang berbagai negeri di berbagai benua. Inggris, Irlandia, Italia, Belanda, Jerman, Belgia adalah negeri-negeri di benua Eropa yang pernah mengalami serangan flu burung.
Infeksi pada manusia pertama kali ditemukan di Hongkong pada tahun 1997, dimana virus H5N1 menyebabkan penyakit pernafasan yang berat pada 18 orang, 6 orang diantaranya meninggal. Infeksi yang terjadi pada manusia bersamaan dengan terjadinya epidemi pada virus influenza yang mempunyai patogenitas yang tinggi, yang disebabkan oleh strain yang sama pada peternakan di Hongkong.
Pada penelitian lebih lanjut pada kejadian ini, tergantung dari kontak langsung dengan unggas hidup yang terinfeksi (sumber infeksi). Pada penelitian genetika, ditemukan virus berpindah secara langsung dari burung ke manusia.
Dengan adanya pemusnahan yang dilakukan secara cepat dalam waktu 3 hari terhadap sekitar 5.000.000 burung pada peternakan di Hongkong, mengurangi kesempatan lebih jauh infeksi ke manusia dan mencegah terjadinya pandemi.
Bila dilihat dari jumlah unggas yang mati dan orang yang terinfeksi maupun yang meninggal, kasus flu burung yang terjadi di Indonesia merupakan yang terparah di Asia setelah Vietnam. Pada tahun 2003 terjadi kematian pada jutaan ekor ayam yang terjadi di berbagai wilayah di Indonesia terutama di Jawa Barat. Pada awal tahun 2004, kematian jutaan ekor ayam yang mengejutkan tersebut kembali terjadi. Awalnya, kematian jutaan ekor ayam tersebut diduga disebabkan oleh penyakit Newcastle Disease atau yang umum dikenal dengan Tetelo, karena memang ada kemiripan antara gejala tetelo dengan gejala-gejala flu burung. Namun setelah dilakukan penelitian yang mendalam, ternyata penyebabnya adalah virus flu burung strain H5N1 . Pemerintah pun segera mengambil keputusan dengan melakukan depopulasi (pemusnahan) terhadap jutaan ekor ayam. Sepanjang tahun 2004 departemen pertanian telah memusnahkan sekitar 5 juta ekor ayam yang diindikasikan terserang flu burung. Suatu jumlah yang jauh lebih besar daripada jumlah-jumlah ayam yang dimusnahkan diberbagai Negara di Asia.
Pada awal bulan Juni 2005 hingga Bulan Maret 2006 wabah flu burung yang menghebohkan kembali terjadi di Indonesia. Sebagaimana tahun 2003 sebelumnya, Jawa Barat kembali menjadi provinsi yang terbanyak kasus flu burungnya. Kali ini flu burung bukan hanya menyerang unggas melainkan juga telah merenggut beberapa korban jiwa manusia. Beberapa orang lainnya dipastikan positif terinfeksi flu burung. Dari data yang ada, hingga 9 Maret 2006 terdapat 129 orang yang diduga terinfeksi birus H5N1 (suspect). Dari jumlah tersebut sebanyak 29 orang dinyatakan positif terinfeksi virus H5N1 dan 22 orang diantaranya meninggal dunia.
(Atmawinata, Edi. 2006)

B.     Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang di atas maka penulis mengidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah perkembangan flu burung di dunia?
2.      Bagaimana perkembangan flu burung di Indonesia?
3.      Siapakah yang rawan terhadap virus Flu burung?
4.      Bagaimana pencegahan penularan virus flu burung?
5.      Bagaimana cara penularan infeksi flu burung?
6.      Apa saja gejala-gejala flu burung?
7.      Bagaimana penanggulangan infeksi flu burung?




C.     Tujuan Penulisan
1.      Tujuan Umum
Makalah  ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Comunicable Dissease, diharapkan setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat mengetahui lebih dalam tentang pencegahan penularan infeksi flu burung melalui kewaspadaan universal.

2.      Tujuan Khusus
a.       Memberikan pengetahuan bagi para pembaca tentang Kewaspadaan universal
b.      Memberikan pengetahuan tentang penerapan kewaspadaan universal
c.       Memberikan pengetahuan tentang pencegahan  penularan infeksi flu burung
d.      Memberikan pengetahuan tentang pencegahan  penularan infeksi flu burung melalui kewaspadaan universal
e.       Memberikan pengetahuan tentang cara penularan infeksi flu burung
f.       Memberikan pengetahuan tentang gejala-gejala flu burung
g.      Memberikan pengetahuan tentang penanggulangan infeksi flu burung

D.    Manfaat Penulisan
Penulisan dan penyusunan makalah ini nantinya diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa dalam pembelajaran mata kuliah Comunicable Dissease dan menambah pengetahuan serta keterampilan mahasiswa sebagai bekal dalam penanganan dan pencegahan penularan infeksi flu burung.





BAB II
KONSEP DASAR

A.    Pengertian
Flu burung adalah suatu penyakit infeksi akibat virus influenza tipe A yang biasa mengenai unggas yang dapat menyerang manusia.
(Sudoyo, Aru W. 2009)

B.     Etiologi
Penyebab flu burung adalah virus AI dari family orthomycoviridae. Virus strain A ini dibedakan menurut tipe hemaglutinin (H) dan neuraminidase (N)-nya sehingga virus ini dapat diklasifikasikan menurut subtipenya, seperti H1N1 dan H2N1. Subtipe H5 dan H7 diperkirakan merupakan penyebab wabah dengan tingkat kematian yang tinggi  (patogenik).
Subtipe H5N1 dapat bermutasi secara genetik dengan subtipe lain sehingga dapat menular ke manusia atau hewan selain burung. Galur H5N1 bertanggung jawab atas terjadinya wabah flu di Hongkong pada tahun 1997 dan merupakan penyebab kematian manusia (zoonosis) di vietnam pada Januari 2004.
Virus AI juga diidentifikasi berdasarkan strainnya, yaitu terdapat strain A, B, dan C. WHO melaporkan bahwa virus AI strain A bertanggung jawab atas terjadinya wabah flu burung saat ini.

C.     Manifestasi Klinis
1.      Gejala-gejala flu burung pada unggas
a.       Keluar cairan dari hidung dan mata
b.      Jengger, pial, serta kulit perut yang tidak ditumbuhi bulu berwarna biru keunguan.
c.       Borok di kaki
d.      Terjadi pembengkakan di sekitar kepala dan muka
e.       Diare
f.       Bertingkah seperti depresi
g.      Perdarahan titik (ptechie) pada daerah dada, kaki, dan telapak kaki
h.      Perdarahan dibawah kulit (subkutan)
i.        Terjadi kematian
 Bila mendapati unggas (ayam) yang mati dengan gejala-gejala tersebut diatas, segeralah bakar dan kubur ayam mati itu dan segeralah melapor ke Dinas Peternakan terdekat. Tindakan ini perlu dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan berjangkitnya flu burung pada ternak unggas.
2.      Gejala-gejala flu burung pada manusia
a.       Terjadi kenaikan suhu tubuh yang tinggi hingga 39O C. tubuh terasa panas.
b.      Sakit tenggorokan
c.       Keluar lendir bening dari hidung
d.      Sesak napas
e.       Batuk
Bila menemukan seseorang yang sakit dengan gejala-gejala tersebut diatas, segeralah bawa orang tersebut ke rumah sakit rujukan yang sudah ditunjuk Departemen Kesehatan. Penanganan seawal mungkin pasien flu burung diharapkan dapat memperkecil bahkan menghilangkan risiko kematian yang sangat cepat yang mungkin terjadi pada pasien.
Pada unggas masa inkubasi berlangsung kurang lebih 1 minggu, sedangkan pada manusia berkisar 1-3 hari. Masa infeksi 1 hari sebelum timbul gejala sampai 3-5 hari timbul gejala. Pada anak-anak berlangsung sampai 21 hari.
(Atmawinata, Edi. 2006)

D.    Patofisiologi
Penyabaran virus avian influenza terjadi melalui udara (droplet infektion) dimana virus dapat tertanam pada membran mukosa yang melapisi salauran napas atau langsung memasuki alveoli. Virus yang tertanam pada membran mukosa akan terpajan muko protein yang mengandung asam sialat yang dapat mengikat virus. Reseptor spesifik yang dapat berkaitan dengan virus influenza berkaitan dengan spesies dari mana virus berasal. Virus avian influenza (Human Influenza Viruses) dapat berkaitan dengan Alpha 2,6 sialiloligosakarida yang berasal dari membran sel dimana didapatkan residu asam sialat yang dapat berkaitan dengan residu galaktosa melalui ikatan 2,6 linkage. Virus AI dapat berkaitan dengan membran sel mukosa melalui ikatan yang berbeda yaitu ikatan 2,3 linkage. Adanya perbedaan pada reseptor yang terdapat pada membran mukosa di duga sebagai penyebab mengapa virus AI tidak dapat mengadakan replikasi secara efisien pada manusia. Muko protein yang mengandung reseptor ini akan mengikat virus sehingga perlekatan virus dengan sel epitel saluran nafas dapat dicegah. Tetapi virus yang mengandung protein neuraminidase pada permukaannya dapat memecah ikatan tersebut. Virus selanjutnya akan melekat pada epitel permukaan saluran nafas untuk kemudian bereplikasi didalam sel tersebut. Replikasi virus terjadi selama 4-6 jam sehingga dalam waktu singkat virus dapat menyebar ke sel-sel didekatnya. masa inkubasi virus 18 jam sampai 4 hari, lokasi utama dari infeksi yaitu pada sel-sel kolumnar yang bersilia. Sel-sel yang terinfeksi akan membengkak yang intinya mengkerut dan kemudian mengalami pignosis. Bersamaan dengan terjadinya disintegrasi dan hilangnya silia selanjutnya akan terbentuk badan inklusi.
E.     Kriteria Diagnosis
  1. Kasus Observasi
Panas badan diatas 38º C disertai lebih dari 1 gejala berikut :
-          Batuk
-          Radang tenggorokan
-          Sesak nafas
2.      Kasus Tersangka
Panas badan diatas 38º C disertai lebih dari 1 gejala berikut :
-          Batuk
-          Radang tenggorokan
-          Sesak nafas
Disertai tanda dibawah ini:
a.       Hasil tes laboratorium positif untuk virus influenza A tanpa mengetahui subtype
b.      Kontak 1 minggu sebelum timbul gejala dengan penderita yang tergolong kasus pasti
c.       Kontak 1 minggu sebelum timbul gejala dengan unggas yang mati karena sakit
d.      Bekerja di laboratorim yang memproses sample dari orang atau binatang yang disangka terinfeksi Higly Pathogenic Avian Influenza 1 minggu sebelum timbul gejala
3.      Kasus Probable
-          Kasus tersangka
-          Hasil laboratorium tertentu positif untuk virus influenza A (H5) seperti tes ntibody spesifik pada 1 spesimen serum
4.      Kasus Pasti
-          Hasil biakan virus influnza A (H5N1) positif atau hasil dengan pemeriksaan PCR untuk H5 positif
-          Peningkatan titer antibodi spesifik H5 sebesar >4x
-          Hasil dengan IFA untuk antigen H5 positif

F.      Pemeriksaan Diagnostik
uji konfirmasi:
1.      kultur dan identifikasi virus H5N1.
2.      uji real time Nested PCR (Polymerase Chain Reaction) untuk H5.
3.      Uji serologi:
a.       imunofluorescence (IFA) test: ditemukan antigen positif dengan menggunakan antibodi monoklonal influenza A H5N1.
b.      uji netralisasi: didapatkan kenaikan titer antibody spesifik influenza A H5N1 sebanyak 4 kali dalam paired serum dengan uji netralisasi.
c.       uji penapisan:
1)      rapid test untuk mendeteksi influenza A
2)      HI Test dengan darah kuda untuk mendeteksi H5N1
3)      enzyme imunoassay (elisa) untuk mendeteksi H5N1

G.    Pemeriksaan Penunjang
1.      hematologi: hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis leukosit, total limfosit. umumnya ditemukan leukopeni, limfositopeni atau limfositosis relatif dan trombositopeni.
2.      kimia: albumin atau globulin SGOT / SGPT, ureum, kreatinin, kreatin kinase, analisa gas darah. umumnya dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT /SGPT, peningkatan ureum dan kreatinin, peningkatan kreatin kinase, analisa gas darah dapat normal atau abnormal. kelainan laboratorium sesuai dengan perjalana penyakit dan komplikasi yang ditemukan.
3.      pemeriksaan radiologi:  pemeriksaan foto thoraks PA dan lateral (bila diperlukan). dapat ditemukan gambaran infiltrat diparu yang menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia.

H.    Penatalaksanaan
prinsip penatalaksanaan AI adalah: istirahat, peningkatan daya tahan tubuh, pengobatan antiviral, pengobatan antibiotik, perawatan respirasi, anti inflamasi, imunomodulators.
mengenai antiviral maka antiviral sebaiknya diberikan pada awal infeksi yakni pada 48 jam pertama. adapun pilihan obat:
1.      penghambat M2:
a.       amatadin (symadine)
b.      rimantidin (flu-madine)
dengan dosis 2x/hari 100 mg/kg BB selama 3-5 hari.
2.      penghambatan neuramidase (WHO):
a.       zanamivir (relenza)
b.      oseltamivir (tamiflu)
dengan dosis 2x75 mg selama 1 minggu.
Departemen Kesehatan RI dalam pedomannya memberikan petunjuk sebagai berikut:
1.      pada kasus suspek flu burung diberikan olsetamifir 2x75 mg 5 hari, simptomatik dan antibiotik jika ada indikasi indikasi.
2.      pada kasus probable flu burung diberikan oseltamifir 2x75 mg selama 5 hari, antibiotik spektrum luas yang mencakup kuman tipik dan atipikal, dan steroid jika perlu seperti pada kasus pneumonia berat, ARDS. respiratory care di ICU sesuai indikasi.
3.      sebagai profilaksis, bagi mereka yang beresiko tinggi, digunakan oseltamivir dengan dosis 75 mg sekali sehari selama lebih dari 7 hari (hingga 6 minggu).
BAB III
PEMBAHASAN MASALAH
A.    Pengertian Kewaspadaan Universal
Kewaspadaan universal merupakan upaya pencegahan transmisi penyakit infeksi melalui darah dan cairah tubuh, kewaspadaan ini untuk semua pasien apapun diagnosanya dan apakah sudah diketahui menderita infeksi atau belum. Penerapan kewaspadaan universal didasarkan pada keyakinan, bahwa darah dan cairan tubuh sangat potensial menular penyakit, baik yang berasal dari pasien maupun petugas kesehatan (Depkes RI, 2003). Prinsip utama prosedur kewaspadaan universal pelayanan kesehatan adalah menjaga higiene sanitasi individu, higiene sanitasi ruangan dan sterilisasi peralatan.

Universal precautions (kewaspadaan universal) adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana yang digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien, setiap saat, pada semua tempat pelayanan dalam rangka mengurangi resiko penyebaran infeksi.

B.     Penerapan Kewaspadaan Universal
prosedur standar kewaspadaan universal bertujuan untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dari pasien kepada perawat. terdiri dari :
1.      Mencuci Tangan
Sejalan dengan alat bantu untuk pengendalian infeksi perawat harus mengingat bahwa mencuci tangan merupakan tehnik yang paling penting dan mendasar dalam mencegah dan mengendalikan infeksi karena dapat melindungi perawat dan pasien dari mikroorganisme.
Adapun aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam mencuci tangan yaitu menggunakan air mengalir / tersedianya wastafel melakukan proses membasuh, menggosok dan membilas tangan menggunakan sabun atau cairan anti septik sekurang-kurangnya 10 detik, mengeringkan tangan dengan handuk yang bersih dengan tujuan agar terhindar dari infeksi silang antar pasien dengan perawat serta menjaga tangan yang sudah dicuci agar tidak terkontaminasi. Cuci tangan harus dilakukan pada saat melakukan tindakan dan setelah melakukan tindakan, hal ini dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya perpindahan kuman melalui tangan.
2.      Memakai Masker
Masker digunakan untuk melindungi perawat dari penyakit infeksi saluran pernapasan. Perawat harus memakai masker dengan menutup area sekitar wajah dan hidung, hal ini di lakukan dengan efektif kalau tidak maka masker tidak dapat mengontrol nuklai doplet udara.
3.      Memakai Sarung Tangan
Sarung tangan merupakan salah satu alat pelindung tubuh yang digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir petugas dari resiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, sekret, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir pasien. Apabila sarung tangan menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi, dan benda-benda yang terkontaminasi hendaknya perawat atau petugas kesehatan segera melepaskan sarung tangan dengan cepat setelah digunakan, sebelum menyentuh benda-benda yang tidak terkontaminasi dan permukaan lingkungan, dan sebelum ke pasien lainnya. Cuci tangan dengan segera bertujuan untuk menghindari pemindahan mikroorganisme ke pasien atau lingkungan lain.
4.      Memakai Pelindung Mata
Penggunaan pelindung mata seperti goggles atau cadar plastik untuk mencegah transmisi patogen melalui membran mukosa pada perawat. Pelindung mata ini digunakan dalam melakukan tindakan seperti penghisapan, mengganti balutan, atau perawatan kebersihan yang dapat menyebabkan percikan darah atau cairan lainnya yang berasal dari pasien (Goul D, 2003 ).
5.      Memakai Celemek
Pemakaian celemek / gaun pelindung bertujuan untuk melindungi kulit dan mencegah pakaian basah selama tindakan perawat terhadap pasien seperti : perawat terkena semburan atau percikan darah, cairan tubuh, sekresi, atau ekskresi yang menyebabkan pakaian menjadi basah.  Secepat mungkin perawat dapat melepaskan celemek dan cuci tangan sehingga dapat terhindar dari kontaminasi mikroorganisme dari pasien atau lingkungan.
6.      Pengelolaan alat kesehatan bekas pakai.
Pengolahan alat kesehatan bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi serta untuk menjamin alat tersebut dalam kondisi steril dan siap pakai. Proses penatalaksanaan pengelolaan alat kesehatan dilakukan melalui 4 tahap kegiatan yaitu:
a.       Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah menghilangkan mikroorganisme pathogen dan kotoran dari suatu benda sehingga aman untuk pengolahan selanjutnya. Dekontaminasi bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi melalui alat kesehatan/suatu permukaan benda, misalnya HIV, HBV, dan kotoran lain yang tidak tampak, sehingga dapat melindungi petugas maupun pasien. Dekontaminasi dilakukan dengan menggunakan bahan disinfektan, yaitu suatu bahan atau larutan kimia yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme pada benda mati dan tidak digunakan untuk kulit dan jaringan mukosa. Alat-alat kesehatan dapat didekontaminasi dengan larutan clorin 0,5% selama 10-15 menit (Depkes RI, 2003).
b.      Pencucian alat
Setelah dekontaminasi dilakukan pembersihan yang merupakan langkah penting yang harus dilakukan. Tanpa pembersihan yang memadai maka pada umumnya proses disinfeksi atau sterilisasi selanjutnya menjadi tidak efektif.
c.       Disinfeksi
Merupakan suatu proses untuk menghilangkan sebagian atau semua mikroorganisme dari alat kesehatan kecuali endospora bakteri. Dikenal macam disinfeksi seperti : Disinfektan kimiawi: alkohol, klorin dan ikatan klorin, formaldehid, glutaraldehid, hydrogen peroksida, asam parasetat, fenol, ikatan ammonium kuartener. Cara disinfeksi lainnya: radiasi sinar ultra violet, pasteurisasi, dan mesin pencuci (Depkes RI, 2003). Karakteristik disinfektan yang ideal: Berspektrum luas, membunuh kuman secara tepat, tidak dipengaruhi faktor lingkungan, yaitu tetap aktif dengan adanya zat organik seperti darah, sputum, feses, tidak rusak oleh sabun, deterjen, dan zat kimia lain mungkin digunakan bersama, tidak toksis, tidak korosif atau merusak bahan, meninggalkan lapisan antimikrobial pada permukaan yang diproses, mudah pemakaiannya, tidak berbau, ekonomis, larut dalam air, stabil dalam konsentrasi aktifnya, mempunyai efek pembersih (Depkes RI, 2003).

d.      Sterilisasi
Sterilisasi adalah suatu proses untuk menghilangkan seluruh mikroorganisme dari alat kesehatan termasuk endospora bakteri. Istilah steril mengandung arti mutlak berarti semua bentuk dan jenis mikroorganisme betul-betul musnah. Macam-macam sterilisasi : fisik (pemanasan basah dan kering, radiasi dan penyaringan), kimiawi bahan kimia yang sering digunakan untuk sterilisasi diantaranya larutan glutaraldehid dan gas etilen oksida (ETO).

C.     Penularan Flu Burung pada Unggas dan Manusia
1.      Penularan flu burung antar ternak
Ada beberapa sebab terjadinya penularan flu burung antar ternak unggas:
a.       Melalui kotoran unggas
b.      Melalui lendir yang keluar dari hidung dan matanya
c.       Melalui sepatu atau pakaian yang tercemari virus
d.      Melalui air yang tercemar
e.       Melalui penjualan dan lalu lintas unggas

2.      Penularan dari hewan ke manusia
Meskipun telah terbukti bahwa flu burung bukan hanya menyerang unggas melainkan juga dapat menyerang hewan lain seperti kucing dan musang, namun pola penularan dari hewan ke manusia tidak berubah, yakni virus flu burung hanya dapat menular ke manusia melalui unggas saja, tidak melalui hewan lainnya. Hingga saat ini tidak ditemukan satupun kasus yang menunjukkan bahwa hewan selain unggas dapat menularkan virus flu burung ke manusia.

3.      Penularan melalui telur
Penularan flu burung dari unggas ke manusia dapat juga terjadi melalui telur. Telur-telur ayam, itik, ataupun puyuh yang pada cangkangnya terdapat kotoran kering yang menempel pada telur tersebut berasal dari unggas yang terinfeksi virus flu burung. Apabila sudah memegang telur yang demikian, sebaiknya segera mencuci tangan dengan alkohol.
Sebagaimana halnya dengan daging unggas, telur unggaspun dapat mengandung virus flu burung didalamnya. Oleh sebab itu, telurpun mesti dimasak hingga matang sehingga virus yang kemungkinan ada akan mati. Virus flu burung akan mati dengan cepat pada pemanasan diatas 80O C. Sebaiknya hindari mengkonsumsi telur setengah matang, karena dikhawatirkan masih mengandung virus yang masih hidup.
Flu burung menular dari unggas ke unggas, dari unggas ke manusia, melalui udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari air liur, sekret hidung dan feses unggas. Penularan juga dapat terjadi jika bersinggungan langsung atau kontak dengan unggas yang terinfeksi flu burung. Kelompok resiko tinggi tertular penyakit ini, yaitu : pekerja dipeternakan unggas, pemotong unggas dan penjamah produk unggas lainnya. Sampai saat ini belum ada bukti yang menyatakan bahwa virus flu burung dapat menular dari manusia ke manusia atau menular melalui makanan.
(Atmawinata, Edi. 2006)

D.    Gejala-gejala flu burung pada ternak unggas dan manusia
1.      Gejala-gejala flu burung pada unggas
a.       Keluar cairan dari hidung dan mata
b.      Jengger, pial, serta kulit perut yang tidak ditumbuhi bulu berwarna biru keunguan.
c.       Terjadi pembengkakan di sekitar kepala dan muka
d.      Diare
e.       Perdarahan titik (ptechie) pada daerah dada, kaki, dan telapak kaki
f.       Perdarahan dibawah kulit (subkutan)
g.      Terjadi kematian
 Bila mendapati unggas (ayam) yang mati dengan gejala-gejala tersebut diatas, segeralah bakar dan kubur ayam mati itu dan segeralah melapor ke Dinas Peternakan terdekat. Tindakan ini perlu dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan berjangkitnya flu burung pada ternak unggas.



2.      Gejala-gejala flu burung pada manusia
a.       Terjadi kenaikan suhu tubuh yang tinggi hingga 39O C. tubuh terasa panas.
b.      Sakit tenggorokan
c.       Keluar lendir bening dari hidung
d.      Sesak napas
e.       Batuk
Bila menemukan seseorang yang sakit dengan gejala-gejala tersebut diatas, segeralah bawa orang tersebut ke rumah sakit rujukan yang sudah ditunjuk Departemen Kesehatan. Penanganan seawal mungkin pasien flu burung diharapkan dapat memperkecil bahkan menghilangkan risiko kematian yang sangat cepat yang mungkin terjadi pada pasien.
(Atmawinata, Edi. 2006)

E.     Pencegahan Penularan Infeksi Flu Burung
1.      Biosekuriti
Biosekuriti secara garis besar berkaitan dengan lalulintas unggas dan manusia serta sanitasi lingkungan ternak. Penerapan biosekuriti serta disiplin diyakini akan dapat mencegah suatu peternakan dari kemungkinan tertulari virus. Penerapan biosekurti dengan disiplin akan dapat mencegah kerugian besar yang harus di tanggung oleh peternak disebabkan wabah flu burung. Biosekuriti, selain vaksinasi, yang dijalankan dengan cermat dan disipin akan dapat menghindari tindakan lain yang kurang disukai para peternak unggas yakni depopulasi atau pemusnahan unggas secara selektif.
            Berikut Ini adalah beberapa tindakan yang tercakup dalam biosekuriti:
a.       Membatasi secara ketat lalulintas unggas, produk unggas, pakan, kotoran, bulu, dan alas kandang.
b.      Membatasi lalulintas pekerja atau orang dan kendaraan yang keluar-masuk lokasi peternakan. Orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk. Orang dan kendaraan yang masuk keluar kandang harus disemprot dengan larutan desinfektan.
c.       Peternak dan orang yang hendak masuk peternakan ayam (unggas) harus mengenakan pakaian pelindung seperti masker, kaca mata pelindung (goggle), kaos tangan dan sepatu.
d.      Mencegah kontak antara unggas dengan burung liar atau burung air, tikus dan hewan lain.
Melakukan disinfeksi terhadap semua bahan, sarana, dan prasarana peternakan, termasuk bangunan kandang dengan menggunakan disinfektan yang sudah di rekomendasi seperti asam prasetat, hidroksi peroksida, sediaan ammonium kuartner, formaldehid/formalin 2-5%, iodoform kompleks (iodine), senyawa fenol, dan natrium/kalium hipoklorit.                                           
2.      Vaksinasi
Temuan dan produksi vaksin Bird CLOSE 5.1. oleh institut pertanian Bogor dan Sigetha Parmaceutical jepang telah membangkitkan harapan besar akan bebasnya Indonesia dari flu burung juga member harapan kepada negara-negara lainya di dunia, terutama di Asia untuk membebaskan diridari wabah flu burung yamg disebabkan oleh H5N1. Berdasarkan pengujian, vaksin terbaru produk para peneliti IPB dan jepang ini, terbukti lebih kompatibel, efektif, dan aman dalam menangkal serangan virus H5N1, khususnya pada ternak unggas di Indonesia, dibanding vaksin-vaksin yang telah lebih dahulu beredar. Vaksin ini terdiri dari dua jenis, yakni vaksin untuk unggas dan vaksin untuk kucing. diharapkan, vaksin yang akan disebarkan ke berbagai Negara dunia itu, benar-benar akan dapat menghentikan wabah flu burung yang diakibatkan oleh serangan strain virus paling ganas dan mematikan, H5N1, maupum yang disebabkan strain virus lainnya.
Selain vaksin temuan terbaru IPB-Shigheta, terdapat juga vaksin-vaksin lain yang sebelumnya sudah beredar di berbagai negaraseperti vaksin H5N1, yang selama ini banyak digunakan, GALLIMUN Flu H5N9 yang sering digabung dengan TROVAC AIV H5, serta vaksin H9N2.
(Atmawinata, Edi. 2006)




Tindakan pencegahan penularan flu burung yang bisa dilakukan bagi peternak diantaranya:
1.      orang yang kontak dengan unggas (misalnya peternak ayam)  harus menggunakan masker, baju khusus, kaca mata renang.
2.      Membatasi lalu lintas  orang yang masuk ke peternakan
3.      Mendisinfeksi orang dan kendaraan yang masuk ke peternakan
4.      Mendisinfeksi peralatan peternakan
5.      Mengisolasi kandang dan kotoran dari lokasi peternakan
Tindakan pencegahan penularan flu burung yang bisa dilakukan masyarakat umum diantaranya:
1.      Memilih daging yang baik dan segar
2.      Memasak daging ayam minimal 800 C selama 1 menit dan telur minimal 640 C selama 5 menit (atau sampai air atau kuahnya mendidih cukup lama).
3.      Menjaga kesehatan dan ketahanan umum tubuh dengan makan, olahraga, dan istirahat yang cukup.
4.      Segera ke dokter/ puskesmas/ rumahsakit bagi masyarakat yang mengalami gejala-gejala flu burung.
(Widoyono, 2011)

Upaya pencegahan yang bisa dilakukan di rumah diantaranya:
a.       Menjaga Kebersihan Lingkungan (Khususnya Kadang Unggas Dan Burung).
b.      Menjaga Kebersihan Diri (Cuci Tangan Dengan Sabun)
c.       Menjauhkan Kandang Unggas Dan Burung (Ayam, Itik Dan Burung) Dari Rumah/Tempat Tinggal.
d.      Gunakan Penutup Hidung Dan Sarung Tangan Bila Akan Mengolah Tanaman Dengan Pupuk Kandang.
e.       Jangan Membuang Kotoran (Jeroan, Bulu Ayam, Dll.) Sembarangan, Bungkuslah Dengan Plastik Dan Buang Di Tempat Sampah.
f.       Bersihkan Makanan Ternak/Burung Yang Tercecer Di Tanah/Lantai, Agar Tidak Mengundang Burung Liar Datang.



Upaya pencegahan pada diri sendiri yang bisa dilakukan diantaranya:
1.      Rajin Cuci Tangan Dengan Sapun Atau Cairan Antiseptiksetelah Menangani Unggas/Burung.
2.      Bersihlah Permukaan Dengan Detergen, Cairan Alkohol (70%) Atau Pemutih/Klorin (0.5%).
3.      Gunaknlah Penutup Mulut Dan Hidung, Sarung Tangan, Dan Sepatu Boot Apabila Memasuki Daerah Yang Telah Terjangkiti Atau Sedang Terjangkit Virus Flu Burung.
4.      Amati Dengan Teliti Kesehatan Anda Apabila Telah Melakukan Kontak Dengan Unggas/Burung. Segeralah Cari Perhatian Medis Apabila Timbul Gejala-Gejala Demam, Infeksi Mata, Dan/Atau Kesulitan Bernafas.
F.      Penanggulangan Flu Burung pada Unggas dan Manusia
1.      Penanggulangan pada ternak unggas
a.       Biosekuriti
Langkah ini merupakan langkah awal yang mesti dilakukan oleh para peternak pada peternakan  masing-masing yang masih tertular flu burun. Keberhasilan menjalankan biosekuriti pada sebuah peternakan akan sangat menguntungkan baik dari segi ekonomi maupun dari segi kesehatan bagi manusia.
Biosekuriti ini mencakup beberapa langkah pencegahan yang kesemuanya merupakan satu kesatuan yang terpadu. Artinya, semua langkah dalam biosekuriti mesti dijalankan sehingga membuahkan hasil yang diharapkan.
b.      Vaksinasi
Selain menerapkan biosekuriti yang disiplin terhadap peternakan, peternak pun sudah seharusnya melakukan vaksinasi. Penemuan dan pembuatan vaksin terbaru oleh IPB yang bekerjasama dengan mitranya dari jepang telah memberi harapan besar bagi dunia peternakan Indonesia dalam upaya menanggulangi flu burung. Penggunaan vaksin yang cocok dan baik bagi penanggulangan flu burung di Indonesia sangatlah penting,  dan ternyata, berdasarkan hasil pengujian, vaksin hasil temuan IPB-Shigeta tersebut menunjukkan tingkat efektifitas yang  sangat tinggi sehingga dinilai lebih baik untuk digunakan di Indonesia maupun di sejumlah negara di Asia dibanding vaksin -vaksin lain yang sudah beredar sebelumnya.
Vaksinasi harus dilakukan terhadap semua unggas yang sehat di daerah yang telah diketahui berjangkit virus flu burung.
c.       Depopulasi
Depopulasi adalah tindakan pemusnahan selektif terhadap unggas yang diindikasikan menderita flu burung dan juga terhadap unggas-unggas yang diindikasikan terjangkiti virus flu burung meskipun unggas tersebut masih tampak sehat. Tindakan depopulasi terbatas ini dilakukan setelah memulai pemeriksaan terlebih dahulu oleh dinas terkait, dalam hal ini dinas perternakan masing -masing daerah.
Bila peternak menemukan unggas atau beberapa unggas yang sakit atau mati, maka secepatnya melaporkan kasus tersebut kepada dinas peternakan terdekat untuk dilakukan pemeriksaan darah ataupun  bedah bangkai terhadap unggas (ayam) yang mati tersebut. Juga untuk dilakukan pemeriksaan darah terhadap unggas-unggas lain yang berdekatan dengan unggas yang mati itu.
Bila ternyata hewan yang mati itu positif menderita flu burung dan unggas-unggas yang ada di sekitarnya ada yang dinyatakan positif terulari virus flu burung, maka pemusnahan selektif perlu dilakukan dengan cara memusnahkan unggas-unggas yang sakit dan yang sehat (namun terindikasi terjangkit flu burung) dalam satu kandang.
Depopulasi ini merupakan tindakan darurat sementara hingga vaksin yang efektif dan handal ditemukan.
d.      Mengevaluasi dan memperbaiki manajemen peternakan
Sebagaimana diketahui unggas, khususnya ayam, merupakan hewan yang mudah stress. Stres mudah sekali terjadi pada ayam bila pemeliharaannya kurang baik terutama bila kandang dan pakannya kurang baik. Bila ayam stress, maka ayam tersebut mudah terserang penyakit, baik itu penyakit flu burung maupun penyakit lainnya. Oleh karena itu manajemen peternakan sangat perlu dievaluasi dari waktu ke waktu dan bila di temukan masih adanya kekurangan maka kekurangan tersebut perlu diperbaiki.
Manajemen peternakan disini mencangkup banyak hal dari yang bersifat keuangan hingga yang bersifat praktis di lapangan. Satu diantara manajemen peternakan tersebut adalah pengaturan kandang yamg juga mencangkup pemberian pakan ternak.
e.       Pemantauan lalu lintas unggas
Suatu peternakan atau daerah dapat tertulari wabah flu burung karena masuknya unggas lain dari daerah tertular. Oleh sebab itu pemantauan terhadap lalu lintas unggas perlu dilakukan, Departemen Pertanian telah melakukan upaya tersebut, dan akan terus melakukannya hingga Indonesia bebas dari flu burung.

2.      Penanggulangan flu burung pada manusia
Penanggulangan flu burung pada manusia terbagi kedalam dua bagian, yaitu pencegahan dan pengobatan.
Pencegahan flu burung pada manusia pada intinya dengan menjaga keprimaan tubuh dan menjaga kebersihan, baik kebersihan diri maupun kebersihan lingkungan. Flu burung tidak mudah menyerang manusia jika kondisi tubuh manusianya cukup prima. Dalam tubuh yang kuat, virus flu burung tidak bisa berkutik.
Upaya pencegahan lainnya adalah tidak berkunjung ke peternakan bila tidak benar-benar perlu. Dan jika harus masuk ke lokasi peternakan karena memang seorang peternak atau pegawai peternakan, maka seharusnya menggunakan masker sehingga kemungkinan penularan virus flu burung dapat dicegah.
Adapun penanggulangan terhadap orang yang memperlihatkan gejala-gejala terjangkit flu burung adalah dengan memberikan pengobatan.  Biasanya obat yang digunakan adalah obat anti viral oseltamivir, zanimivir, amantadin, dan rimantadin. Sekarang ada juga obat tamiflu dan relenza. Kesemua obat ini hanya diberikan oleh para dokter di rumah sakit yang dirujuk oleh Departemen Kesehatan tidak diperjual belikan secara bebas.
Jika ditemukan seseorang dengan gejala-gejala flu burung, maka harus dilakukan tindakan-tindakan dibawah ini:
a.       Tidak perlu panik, secepat mungkin bawa orang tersebut ke rumah sakit sujukan suspect flu burung terdekat. Jangan sekali-kali menunda-nunda, karena terlambat sedikit saja, flu burung ini dapat menyebabkan kematian dengan cepat.
b.      Laporkan adanya kasus tersebut ke Dinas Kesehatan terdekat untuk ditindaklanjuti.
c.       Tidak perlu mengucilkan keluarga penderita karena flu burung tidak menular antar manusia. Hingga saat ini tidak ada satupun kasus yang menunjukkan flu burung dapat menular sesama manusia.

3.      Antisipasi dan Penanggulangan Wabah Flu Burung pada Unggas Rumah.
Berikut langkah-langkah yang dapat dilakukan warga masyarakat yang memelihara unggas sebagai antisipasi dan penanggulangan wabah flu burung:
a.       Cepat kuburkan unggas-unggas yang mati (bangkai). Jangan sekali-kali membuangnya ke sungai atau tempat sampah dan jangan memberikannya ke hewan peliharaan lainnya.
b.      Cepat musnahkan unggas-unggas yang memperlihatkan gejala-gejala flu burung dengan cara menyembelih lalu membakarnya atau menguburkan. Hal ininya.
c.       Berhati-hatilah dengan kotoran unggas. Melalui kotoran inilah penularan paling sering terjadi. Bersihkan kotoran ayam dengan cara mengumpulkan dan menguburkannya dalam tanah.penguburan unggas, bagian unggas, atau kotorannya akan mencegah penyebaran virus.
d.      Gunakan masker pada saat menangani unggas yang mati atau yang sakit serta pada saat membersihkan dan menguburkan kotoran unggas sehingga terlindung dari udara kotor yang bercampur kotoran unggas yang kering.
e.       Laporkan kejadian adanya unggas yang mati atau sakit ke dinas peternakan terdekat untuk ditindak lanjuti.
f.       Unggas-unggas yang setelah diperiksa oleh dinas peternakan dinyatakan positif terinfeksi virus flu burung, harus direlakan untuk dimusnahkan segera dengan cara disembelih lalu dibakar atau dikubur.
g.      Lakukan vaksinasi pada unggas-unggas yang masih sehat. Hal ini bisa dikoordinasikan dengan dinas peternakan setempat.
h.      Lakukan penyemprotan dengan desinfektan. Ini dapat dilakukan dengan berkoordinasi dengan dinas peternakan setempat.
i.        Cucilah tangan setelah melakukan interaksi dengan unggas.

Langkah-langkah tersebut diharapkan dapat mengantisipasi penyebaran virus flu burung sekaligus menanggulangi kasus flu burung yang terjadi, terutama pada unggas-unggas rumahan.
(Atmawinata, Edi. 2006)

G.    Kewaspadaan universal standard pada pencegahan penularan infeksi flu burung
1.      Cuci tangan dilakukan dibawah air mengalir dengan menggunakan sabun dan sikat selama kurang lebih 5 menit, yaitu dengan menyikat seluruh permukaan telapak tangan maupun punggung tangan. Hal ini dilakukan sebelum dan sesudah memeriksa penderita.
2.      Pakaian yang digunakan adalah pakaian bedah atau pakaian sekali pakai.
3.      Memakai masker N95 atau minimal masker bedah.
4.      Menggunakan pelindung wajah/ kaca mata goegle (bila diperlukan)
5.      Menggunakan pakaian pelindung
6.      Menggunakan sarung tangan
7.      Menggunakan sepatu bot pelindung kaki

H.    Penanganan Penderita Flu burung
1.      Penderita dirawat diruang isolasi selama 7 hari (masa penularan), karena ditakutkan adanya transmisi melalui udara.
2.      Oksigenasi, jika terdapat sesak nafas dan apabila terdapat kecendrungan adanya gagal nafas, dengan cara mempertahankan saturasi 02 > 90%
3.      Hidrasi, yaitu pemberian cairan parenteral (infus) atau minum yang banyak
4.      Terapi simptomatis untuk gejala flu, seperti analgetik, antipiretik, dekongestan dan antitusif
5.      Amantadine / Rimantadine yang berfungsi menghambat hemaglutinin diberikan pada awal infeksi, sedapat mungkin dalam 48 jam pertama selama 3-5 hari dengan dosis 5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Bila BB > 45kg diberikan 100 mg dua kali sehari. Pada orang lanjut usia dan penderita dengan penurunan fungsi hari atau ginjal, dosis harus diturunkan.
6.      Oseltamivir yang berfungsi menghambat neuramidase diberikan untuk anak < style=""> sebanyak 45 mg dua kali sehari; BB 23-40 kg sebanyak 60 mg dua kali sehari; BB > 40 kg sebanyak 75 mg dua kali sehari. Dosis pada penderita dengan usia > 13 tahun sebanyak 75 mg dua kali sehari. Harus diberikan dalam waktu 36 jam setelah onset influenza. Pemberian dilakukan selama 5 hari.
7.      Foto thoraks ulang
8.      Laboratorium
9.      Pada kasus dengan respiratori distress, maka dilakukan pengobatan sesuai prosedur RDS sebagaimana lasimnya, dan penderita dimasukan ke ruang perawatan intensif (ICU).
10.  Selanjutnya dapat dirawat di ruang perawatan biasa, jika :
-          Hasil apus tenggorokan negatif dengan PCR atau biakan.
-          Setelah 7 hari demam, kecuali demam berlanjut, atau sesuai pertimbangan dokter yang merawat atau penanganan kasus demi kasus.
Apabila kita berhadapan dengan seorang yang terkena gejala seperti flu, kemoprofilaksis efektif untuk mencegah penularan influenza dibutuhkan. Profilaksis dengan amatadine efektif untuk mencegah sebagian besar tipe flu (Influenza A). Bagi yang tidak toleran terhadap amatadine dapat menggunakan Oseltamivir (tamiflu) sebagai obat alternatif. Jika sudah mendapatkan vaksinasi, maka kemoprofilaksis tidak dibutuhkan. Direkomendasikan durasi pemberian profilaksis adalah 7-10 hari.
Pasien-pasien yang memiliki resiko tinggi penularan influenza, maka sebaiknya diberikan obat antiviral, jika disekitarnya ada yang terkena influenza maka harus diberikan kemoprofilaksis.
Obat antiviral efektif untuk treatment dari influenza jika dipakai setelah muncul gejala-gejala awal. Sebab pemakaian antiviral ini terbatas, penggunaan obat antiviral dipergunakan hanya pada masyarakat yang memiliki resiko terjadinya komplikasi yang berat dari influenza yakni mulai dari hari ke-2 onset penyakit tersebut.
Dalam keadaan apapun, pengobatan juga harus diberikan kepada orang yang mengunjungi pasien yang didiagnosis mengidap influenza. Pengobatan yang disarankan untuk influenza yaitu oseltamivir (tamiflu) yang sesuai dengan dosis harian serta usia untuk penyembuhan influenza. Lamanya pengobatan direkomendasikan selama 5 hari. Untuk mengontrol infeksi tersebut dilakukan monitoring oleh lembaga kesehatan seperti rumah sakit.
BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Penyebab flu burung di Indonesia adalah virus influenza tipe A subtipe H5N1, dengan Case Fatality Rate sekitar 76-80% dan sekitar 80% kasus menyerang anak-anak dan remaja.
Penyakit ini ditularkan dari unggas ke unggas, dari unggas ke manusia, melalui udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari air liur, sekret hidung dan feses unggas. Kelompok resiko tinggi tertular penyakit ini yaitu: pekerja dipeternakan unggas, pemotong unggas dan penjamah produk unggas lainnya. Sampai saat ini belum ada bukti yang menyatakan bahwa virus flu burung dapat menular dari manusia ke manusia atau menular melalui makanan.
Kriteria diagnosis dari penyakit ini sudah ditetapkan dan dibagi menjadi beberapa kelompok, yang meliputi: kasus observasi, kasus tersangka, kasus probable dan kasus pasti yang ditegakan berdasarkan manifestasi klinik dan hasil laboratorium.
Adanya kewaspadaan sangat diperlukan terutama pada kelompok beresiko tinggi, yaitu dengan memperhatikan cara pencegahan. Penangan penyakit flu burung, memerlukan tindakan segera, cermat, dan tepat sesuai prosedur agar penderita tidak bertambah parah atau bahkan meninggal dunia.

B.     Saran
Perlu adanya penyuluhan kepada masyarakat mengenai penyakit flu burung agar masyarakat memiliki pengetahuan yang benar, sehingga baik pencegahan maupun penanganan dapat dilakukan secara tepat.



DAFTAR PUSTAKA

Atmawinata, Edi. 2006. Kiat Bebas Flu Burung. Bandung: CV. Yrama Widya.
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis: Epidemologi, Penularan, Pencegahan, & Pemberantasannya. Jakarta: Erlangga.
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Jilid 3). Jakarta: Interna Publishing.
http://fluburung.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar